top of page
  • Writer's pictureChristian Aditya

Electric Jump Start

EV fanboys bersukarialah.


Indonesia mulai semakin dibanjiri portfolio mobil elektrik murni. Mulai dari Nissan Kicks, lalu barusan terakhir Hyundai IONIQ dan Kona EV.


Kabarnya, Tesla juga akan masuk resmi.


Langkah yang sangat cepat, kalau tidak mau dibilang tergesa - gesa, apalagi melihat antrian premium di SPBU depan rumah yang selalu ramai setiap malam dan mobil turbodiesel modern yang masih dicekoki biosolar hingga hari ini.


Rasanya jangankan listrik, mengenai kesadaran ramah lingkungan saja masih sangat jauh. Standar emisi Indonesia sekarang paling - paling masih Euro 2 di saat beberapa negara lain sudah Euro 6.


Tetapi bagaimanapun, mobil listrik mulai bermunculan dan mobil hybrid pun mulai banyak dijual. Harganya juga makin terjangkau.


Hmmm... terjangkau?


Well, beberapa mobil hybrid dan elektrik sekarang sudah ada di range harga mobil yang cukup "waras". Nissan Kicks harganya mirip dengan Honda HR-V 1.8, Corolla Cross juga kurang lebih mirip. To put it in perspective, Kicks dan Corolla Cross sudah bisa mendekati harga pesaing yang sekelas dan seukuran itu jelas sebuah pencapaian sendiri.


Tetapi ceritanya berbeda dengan Hyundai.


Cross dan Kicks bukan full BEV (Battery Electric Vehicle). Kona EV dan IONIQ adalah BEV termurah saat ini dengan rentang di 600 juta-an. Baiklah, 600 juta adalah harga yang agak tinggi. Crossover seperti Honda CR-V dan Mazda CX-5 saja belum mencapai angka segini. Masalahnya, IONIQ dan Kona EV jelas berada di kelas di bawahnya. Kona EV sendiri harganya sekitar 200 juta-an lebih mahal dari versi bensin 2 Liter.

Kona EV (kiri), IONIQ (Kanan)

( sumber )


Dengan harga seperti itu... Apa urgensi Hyundai memasarkan kedua produk ini ? Apalagi di Indonesia yang masih almost zero demand untuk mobil elektrik dan infrastruktur yang belum mendukung.


Setidaknya saya memiliki tiga kesimpulan.


Corporate Branding


EV adalah sebuah langkah branding yang sangat tepat untuk saat ini. Tesla melakukannya dan berhasil, di seluruh dunia. Meski saya ragu pembeli Tesla benar-benar membelinya karena peduli lingkungan atau karena just for fun - untuk mengasapi supercar - supercar dengan harga supermahal hanya bermodal sebuah family sedan.


Karena itu Hyundai - salah satu pabrikan dengan portfolio mobil Elektrik yang sudah cukup mapan, juga melakukan yang sama. Kona dan IONIQ bagi saya, tidak lebih dari sekedar upaya corporate branding Hyundai Indonesia sebagai pabrikan yang "green".


Karena secara realistik - Hyundai masih sangat bergantung pada penjualan SantaFe Diesel dan H-1 MPV. Kona dan IONIQ jelas bukan produk yang akan dilirik pembeli SantaFe Diesel - karena keduanya berada di rentang yang sama. Belum lagi kemunculan Tucson terbaru yang tidak memiliki penggerak listrik.


Ini sama seperti pertama kali Toyota meluncurkan Prius dan Camry Hybrid, atau Mitsubishi dengan Outlander PHEV yang harganya tidak masuk akal. Harga, sebenarnya bukan aim utama pabrikan ini dalam memasarkan produk Hybrid. Tetapi lebih ke branding. Mereka tahu persis bahwa harga mobil - mobil ini jelas tidak murah.


Electric is the New Luxury


Mobil "ramah lingkungan" di Indonesia adalah sebuah statement kemewahan. Dengan harga yang tidak murah, produk - produk ini hanya aksesibel ke kalangan yang berduit.


Dan jika anda berduit, ingin terlihat hipster, mengapa tidak membeli sebuah sedan 600 juta dengan penggerak listrik ?


Sudah rahasia umum bahwa Toyota Prius memulai "karir" nya dengan menjadi kendaraan para artis dan pemain sepakbola terkenal. Seketika membeli sebuah econobox hybrid Toyota menjadi sesuatu yang keren dan diikuti orang.


Dan sekarang, Tesla pun menjadi "it-item" nya para selebritas berduit. Well, jika anda beli Tesla Model 3, minimal anda sudah punya mobil yang sama dengan Deddy Corbuzier.

Tesla Model 3 menjadi salah satu mobil favorit selebriti mancanegara maupun Indonesia, salah satunya adalah om Deddy Corbuzier

( sumber )


Menjadi mahal adalah salah satu strategi untuk membuat orang juga beralih ke kendaraan "ramah lingkungan". Karena jika Tesla tidak memulai dengan membuat sebuah sedan keluarga dengan akselerasi 0-100 2 detik, pabrikan arus utama akan ditch the idea tentang kendaraan listrik yang tidak lebih dari glorified kid's toys dengan jarak tempuh terbatas..


Emphasizing Portfolio


Beberapa mobil elektrik sudah masuk portfolio utama pabrikan. Pabrikan seperti Nissan dan Hyundai, bahkan BMW juga banjir portfolio produk elektrik.


Mereka tidak punya pilihan selain memasarkannya - meskipun penyerapannya almost zero dan harganya mahal. Buktinya, Nissan juga berencana memasukkan Leaf. Leaf adalah mobil listrik yang terlaris di dunia. Serta platform passenger car Nissan ke depan sudah semuanya menuju ke platform elektrik. Well, walaupun masih ada GT-R dan upcoming 400Z sih.

Menyusul Kicks, Nissan Leaf generasi kedua dikabarkan akan masuk ke Indonesia.

( sumber )


Karena harus diakui, membuat platform sendiri dari nol untuk region tertentu itu jauh lebih sulit. Apalagi jika tidak yakin dengan penyerapan marketnya. Makanya pabrikan seperti Hyundai dan Nissan mungkin terkesan "berani" untuk masukin BEV dengan segala risiko - dibanding major player seperti Toyota yang kalaupun Hybrid tidak laku, Innova diesel masih laku keras.


Justification to buy a 600-mio BEV ?


Saya tidak terlalu suka dengan alasan peduli lingkungan dan segala mumbo-jumbo karena seakan membeli mobil listrik baru menjadi sebuah syarat anda peduli lingkungan dibanding mempertahankan sebuah econobox bermesin bensin dari sepuluh tahun yang lalu.


BEV itu zero emission tetapi tidak zero energy waste. Memelihara econobox tua anda mungkin lebih hijau dan lebih wise. Setidaknya anda tidak menghabiskan energi terlalu banyak untuk memproduksi satu unit baru.


Tetapi saya akan sangat merekomendasi mobil listrik bagi anda yang cukup kaya, punya duit untuk afford one, then go buy one.


Khususnya jika anda hanya menggunakan untuk mobilitas rendah seperti hanya nganter anak dan belanja bulanan, membeli mobil listrik akan sangat sensibel. Loh, jadi alasannya lingkungan ?


Bukan apa-apa, orang Indonesia itu sangat wasteful dalam pemakaian energi. Kita nggak perlu jadi orang yang sok "green" untuk menilai bahwa menggunakan motor untuk ke warung yang jaraknya hanya 10 meter atau mobil ke minimarket gang sebelah itu adalah sebuah waste of energy yang tidak perlu.


Dengan mobil listrik, waste of energy yang tidak perlu ini dapat direduksi. Katakanlah dengan 600 juta pilihan di market ada Mazda CX-5 2.500cc, waste of energy mesin 2.500cc di dalam kota itu sangat besar. It's better to drive an electric Kona jika aktivitasnya hanya sekedar muter-muter kota dengan jarak kurang dari 10 kilometer.


Alasan lain adalah benar harganya 600 juta - tetapi anda juga waste less money on maintenance. Tidak banyak moving components yang artinya tidak perlu bingung dengan jadwal penggantian oli dan segala mekanikal lain. Lebih penting lagi, anda hemat biaya BBM sangat banyak sekali dalam setahun. Listrik per kWh untuk charging jelas lebih ekonomis. How good is that ?

Hyundai Kona EV charging

( sumber )


Dan well, jika anda sanggup afford mobil 600 juta, rasanya tambah daya listrik rumah untuk charging bukan sesuatu yang berat, bukan ?

50 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page