Menjaga Jarak
Dulu kata-kata ini hanya ada di belakang bak truk, jauh sebelum 2020.
Sekarang jaga-jarak adalah keyword yang bisa anda temukan di tembok-tembok supermarket.
Keduanya memiliki tujuan sama : mencegah bahaya. Mencegah kecelakaan. Terkena virus juga adalah bentuk kecelakaan biologis karena tidak direncanakan.
Baru kemarin ada sebuah kecelakaan besar. Menewaskan seorang mantan penyanyi terkenal dilanjut dengan karambol beberapa kendaraan.
Again, saya menulis artikel tentang kecelakaan. Kebetulan saja belakangan ini ada dua kecelakaan yang cukup viral.
Bahasan teknis tentang kecelakaan sangat jarang. Setiap ada kecelakaan besar hanya dibahas saat ramai dan kita get away with it. Tidak ada pelajaran yang diambil dari situ, atau pembenahan pada kurikulum mengemudi. The road is better then ? Tentu saja tidak. Tetap semrawut.
Jadi, apa yang layak dipelajari dari sini ?
Safe Distance
Jarak antar manusia yang aman adalah 1.5 hingga 2 meter supaya tidak tertular virus.
Tetapi jarak antar mobil di jalan raya ? Sangat kompleks.
Mobil adalah massa besar, bertenaga besar, sebuah complex machinery yang bergerak dinamis dalam kecepatan tinggi.
Di kecepatan urban, bumper to bumper traffic, jalan aspal kering tidak berpasir, kita tidak terlalu berpikir untuk menjaga jarak. Ubahlah salah satu variabelnya menjadi jalan basah, kita mulai mikir-mikir. Ubah variabel lain, tambahkan faktor kecepatan di situ.
Pengereman dari 80 kilometer per jam, di jalan basah... sekali roda anda terkunci akibat pengereman dan... BOOM. Seperti anda bermain ice skating, hanya, kecepatannya ratusan kali lebih tinggi dan anda hanya punya waktu hitungan detik untuk recovery. Minimal kalau main ice skating dan jatuh anda cuma berakhir benjut. Tetapi saat lose control di mobil, salah keputusan anda akan berakhir menabrak kendaraan lain atau guard rail terdekat, atau malah masuk jurang.
ilustrasi
( sumber )
Mayoritas pengemudi kita tentu saja tidak dibekali kemampuan untuk anticipate kendaraan melintir parah seperti ini seperti rally car driver. Senses kita belum terlatih seperti Rifat Sungkar.
Jadi, keeping a safe distance adalah saran yang berguna. Jaga jarak menyelamatkan anda dari segala skenario seperti ini.
Lalu, jarak seberapa panjang yang kita butuhkan?
Ini sangat complicated.
With a great power comes a great.... braking distance.
Semakin tinggi kecepatan, jarak pengereman akan semakin bertambah. Masalahnya, jarak pengereman tidak bertambah secara linier, tetapi fungsi eksponen.
Anggaplah anda butuh jarak sepuluh meter untuk berhenti dari 40 kilometer per jam ke full stop. Maka untuk berhenti dari 80 kilometer per jam anda bukan membutuhkan dua puluh meter, tetapi empat puluh meter! Dengan asumsi di jalan kering, tentu saja.
Jalan basah? Semakin buruk.
Itu baru pengeremannya saja. Sebelum mengerem, anda masih menggelinding beberapa saat. Hal ini disebut reaction distance. Jarak yang anda habiskan untuk berpikir mengambil reaksi. Semakin tinggi kecepatan tentu saja semakin besar.
Gambaran tentang braking distance dan reaction distance yang dilansir Queensland Government Australia.
( sumber )
Terdengar seram, dan complicated. Bagaimana kita bisa measure jarak ratusan meter saat sedang berkendara ? Ini sama absurdnya dengan menghitung kalori karena kita tidak hidup di laboratorium.
Well, tetapi sama seperti ada trik hand portioning untuk menghitung kalori, so as ada juga trik untuk memperhitungkan jarak pengereman.
Fixed Variable : Time.
Apa yang tidak berubah ketika anda mengemudi antara 20 dan 200 kilometer per jam ?
Yep. Waktu.
200 kilometer per jam artinya sepuluh kali lebih cepat dari 20 kilometer per jam. Artinya dalam waktu sekian detik, anda mengemudi sepuluh kali lebih cepat. Menempuh jarak sepuluh kali lebih banyak.
Waktu adalah fixed variable saat anda mengemudi. Ia tidak peduli apakah 20 atau 200, 1 detik adalah 1 detik. Hanya dalam 1 detik anda menempuh jarak yang berbeda.
Jadi, berapa detik ?
Ada banyak sekali pendapat. Seminimal mungkin adalah dua sampai tiga detik. Tetapi untuk kondisi mengemudi yang kurang ideal (jalan licin atau hujan deras), maka empat detik dibutuhkan. Lebih dari itu juga dibutuhkan jika di depan anda adalah truk besar dengan rem angin.
Air Brake / rem angin pada truk dan bus.
( sumber )
Hitungan ini tentu saja bukan sekedar cocokologi atau karena angkanya bagus.
Ini adalah kalkulasi dari driving behavior : bagaimana pengemudi aware dengan keadaan hingga jarak pengereman. The more the merrier, tentu saja. Asal itu tidak membuat anda mengemudi terlalu pelan dan berakhir menjadi lane hogger di lajur cepat.
Jadi, bagaimana menghitungnya ?
Ambil sebuah titik di jalan. Saat kendaraan di depan anda melewati titik tersebut mulailah menghitung "one thousand and one, one thousand and two, dst". Kenapa pakai bahasa inggris ya tentu saja karena ngomong "seribu satu" dan "one thousand and one" kelihatan jelas lebih panjang yang mana kan ?
Tiga detik... tentu saja lebih banyak lebih baik.
( sumber )
Kalau anda sampai pada titik yang sama kurang dari tiga atau empat detik, atau berapapun yang anda tetapkan, artinya anda terlalu cepat.
Tetapi side note nya : semakin banyak jam terbang anda mengemudi biasanya anda akan mengerti sendiri bahwa kecepatan dan jarak tertentu itu aman atau tidak. Saya bahkan tidak lagi memerlukan trik ini untuk menyadari bahwa saya terlalu dekat dengan mobil depan.
Tetapi ini adalah trik yang sederhana dan bisa dilakukan untuk pemula - atau minimal bagi anda yang tidak akrab dengan ilmu - ilmu defensive driving.
Know Your Car, Know Your Body
Yang lebih penting dari sekedar trik di atas tentu saja : pengenalan yang baik terhadap kondisi tubuh dan kendaraan. Anda tidak selalu mengemudi dalam kondisi 100% full stamina.
Energi pasti berkurang saat mengemudi, konsentrasi bisa sedikit berkurang, tentu saja sebelum mencapai rest area atau hotel terdekat untuk beristirahat, anda tetap perlu mengemudi aman. Jadi, memperkirakan safe margin saat kelelahan juga penting.
Kondisi kendaraan : mengemudi dengan kondisi ban 100% baru dengan ban sisa 50% treadwear tentu berbeda. Anda butuh lebih banyak jarak pengereman dan tentu saja risiko lain seperti over atau understeer, lalu apakah mobil anda dilengkapi ABS atau tidak, dll.
Selain itu, mengemudi sebuah SUV dengan sebuah hatchback tentu berbeda pula dari sisi driving dynamics. Anda menggerakkan benda yang memiliki massa hampir 2 kali lipat berbeda. Jadi, pengenalan akan kendaraan yang sedang dibawa pun sangat diperlukan.
Comments