top of page
  • Writer's pictureChristian Aditya

Fun to Drive

Let me tell you something : Selera manusia itu tidak murni subjektif.


Jika seumur hidup anda, masyarakat menilai bahwa cewek bule itu yang paling cantik, maka standar kecantikan anda adalah cewek bule. Apapun yang mempunyai fitur - fitur cewek bule : misalnya badan tinggi, atau rambut pirang, adalah standar anda menilai apakah cewek itu memenuhi kualifikasi "cantik" atau tidak.


Ok mungkin anda bisa berdebat dengan teman anda mana yang lebih cantik : cewek rambut panjang atau pendek, berkacamata atu tidak, tapi anda berdua sepakat bahwa ini hal minor. Yang anda perdebatkan adalah sama : cewek bule.


Dulu saya dan teman - teman saya hobi nongkrong di satu spot melihat cewek - cewek jurusan seberang, sebeda apapun selera kami, tetap ada standar tertentu yang kami sama - sama sepakat.


Subjektivitas anda itu tidak datang dari ruang hampa : ia hadir dari konstruksi sosial tentang komposisi apa saja yang membuat seorang pria atau wanita disebut menarik : dari lekuk badan, bentuk wajah, gaya rambut.


Saya pernah belajar fotografi dan musik cukup lama - sebab itu saya tau keindahan dari seni tidaklah murni subjektif. Nilai bagus dan tidaknya kesenian itu ada standarnya, ada "hitungan matematika" nya.



Mengapa anda harus sewa jasa profesional untuk foto pre-wedding, jika kecantikan dan keindahan adalah sesuatu yang murni personal dan subjektif, lucunya, anda rela membayar mahal untuk itu, padahal katanya beauty is in the eyes of the beholder ?


Bukti bahwa selera itu tidak sepenuhnya subjektif adalah adanya "standar" yang dipakai untuk menilai keindahan dari sebuah foto.


Jasa foto prewedding supermahal itu jelas memenuhi standar keindahan tadi : komposisi warnanya baik, punya payung dan lampu-lampuan supaya tone warna dan pencahayaannya teratur, bisa mengatur pose yang romantis dan memposisikan si pasangan pada sudut foto yang tepat, supaya postur badan anda yang tidak perfect itu tertutup oleh keahlian si tukang foto.

Jadilah, foto terbaik anda dan pasangan anda. Sempurna tanpa cacat, anda bayar jutaan untuk mendapatkan hasil terbaik untuk dipajang di ruang tamu kelak.


Keindahan, selera, kecantikan, kenikmatan - semuanya tidak murni subjektif personal. Dalam konstruksi sosial, semua ada standarnya, semua ada pengertian yang sama - sama disepakati.


Istilah "fun to drive" di dunia otomotif, adalah salah satunya.


Saya pernah mendengar perkataan "fun to drive itu subjektif, saya naik Alphard dan merasa fun-fun saja di dalamnya kok".


Seperti apapun definisi fun anda secara personal, yang jelas kita sepakat bahwa sebuah Alphard dan BMW M2 Competition adalah dua mobil yang berbeda, dan fungsi serta tujuannya diciptakan berbeda pula.

BMW M2 Competition


Jika anda mengatakan duduk di M2 sama dengan duduk di Alphard, entah anda sedang mabuk atau indera perasa anda bermasalah. Karena saya yakin orang yang punya masalah penglihatan sekalipun dapat membedakan berada di dalam kabin M2 dan Alphard.

Interior BMW M2



Interior Toyota Alphard


So, what is FUN, exactly ?


Saya akan mulai dari salah satu definisi dari kamus Mirriam-Webster


Definition of fun  (Entry 1 of 3) 1: what provides amusement or enjoyment
specifically : playful often boisterous action or speech full of fun

Saya kira, pabrikan mobil mengambil definisi yang sama dengan ini.


Provides "amusement". Jika anda mendengar kata "amusement park", anda tidak akan membayangkan bangku taman untuk duduk membaca dan bersantai.


"Amusement park" dalam bayangan anda pastinya tempat - tempat seperti Disneyland dengan bermacam permainan yang membawa kesenangan, meningkatkan adrenalin, mendebarkan jantung, menantang, sesuatu yang membuat anda sangat "aktif".


Ini adalah definisi yang umum dalam masyarakat sosial.


Sure, membaca buku di taman itu juga menyenangkan, tapi ada kata yang lebih tepat untuk aktivitas bersantai : chilling out, relaxing, misalnya. Itu juga definisi umum masyarakat sosial.



Ada mobil - mobil yang memang "engineered for fun" : roadster (Mazda Miata, BMW Z4), sport sedan / coupe (BMW M3, M4), hot-hatchback (Golf GTI, Civic Type R), bahkan sports-crossover / SUV ( BMW X5M, Porsche Macan Turbo, Jeep Cherokee SRT) juga mulai banyak.


Mobil - mobil ini tidak didesain untuk balap sirkuit kenceng - kencengan laptimes, meski laptimes mereka jelas tidak pelan, sebagian mencetak rekor.


Tetapi sejatinya, mereka dibuat untuk jalan raya, bahkan mayoritas adalah versi upgrade dari tipe regulernya, artinya masih memiliki fungsionalitas dan fitur kenyamanan, hanya mesin, suspensi, sasis, dan serangkaian modifikasi lain dilakukan supaya dapat memberikan rasa "fun".

Mazda Miata, mobil yang memiliki predikat "the best handling car in the world", atau singkatnya mobil paling mengasyikkan di muka bumi.


Mereka dibuat untuk bersenang - senang, untuk "amusement" di jalan raya.


Merasakan G-Force, melakukan tailslide atau liftoff oversteer, mendengar suara knalpot yang garing nan kencang, Aktivitas - aktivitas mengemudi yang membangkitkan adrenalin - di mobil yang dapat dipakai sehari - hari.


Lalu, apakah saya tidak boleh punya pengertian sendiri ? Oh jelas boleh. Itu kebebasan berpikir, dan untuk hal - hal personal, anda 100% berhak punya pengertian sendiri.


Tetapi dalam tatanan sosial-masyarakat, tidak bisa seenaknya begitu. Jika semua orang memaksa punya pemahaman sendiri - sendiri, dunia ini chaos.


Sama seperti membuat sebuah karya seni, atau sebuah mobil, bahkan menjadi jurnalis otomotif sekalipun, perlu menyepakati pengertian dari istilah - istilah tertentu supaya jelas dan tidak melebar kemana - mana.


Kalaupun anda seorang engineer, jurnalis otomotif / tester mobil punya definisi yang lain, anda harus bisa menjelaskannya dengan runut, bukan modal penjelasan yang "suka-suka-saya-situ-kok-ngatur".


Saya yakin sih, definisinya kurang lebih sama untuk "fun to drive".


Berikut saya tutup dengan sebuah penjelasan apik dari Jason Fenske (Engineering Explained), di laman



I’m leaving out exhaust sounds and driver involvement (manual transmissions, electronic aids, etc) as the discussion becomes much more subjective than it already is. But based on the five above factors which I believe are critical to a car being fun to drive, there’s a common link: weight. That’s unfortunate, because it’s become standard for cars to be heavy these days.
As weight increases, fun dies. It has such a huge impact: efficiency, braking, acceleration, handling. Everything gets better when weight is reduced, yet it doesn’t seem to be a focal point of car culture. Cars like the BRZ and Miata are overlooked simply because they’re ‘underpowered’, when really they’re brilliant machines maximising fun per dollar spent; the Alfa Romeo 4C and Lotus Elise also follow this design philosophy.








101 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page