Kompetisi di pasar roda empat Indonesia sangat sengit.
Ada banyak model dari berbagai merk dijual di Indonesia, tetapi tidak semuanya diserap pasar dengan baik. Bahkan dalam waktu kurang dari 5 tahun, kita kehilangan brand besar seperti General Motors, Ford Motor, dan Subaru.
Sebetulnya produk - produk mereka tidak bisa dibilang tidak laku juga. Chevrolet Captiva dan Spin sempat terjual cukup banyak, lalu Ford Fiesta, Ranger, dan Everest juga tidak bisa dibilang tidak laku.
Subaru... terlepas dari memang tutup karena kasus penggelapan pajak, XV dan Forester termasuk tidak asing di kalangan enthusiast. WRX STi bahkan termasuk mendominasi pasar sedan sport, karena salah satu yang paling aksesibel di masanya. Harganya tidak sampai satu miliar dengan spek all-wheel drive dan mesin 2.5 Liter Turbo 300 hp. Walaupun soal harga kita bisa berdebat tentang skandal pengemplangan pajaknya.
Tapi fakta berkata lain : ketiga merk ini "tidak kuat" berjualan di Indonesia.
Netizen sering menuding bahwa kompetisi di pasar Indonesia sulit karena "mindset" orang Indonesia : hanya lihat merek dan sudah mikir jual kembali sebelum membeli. Kurang mengapresiasi dan menikmati mobil yang "bagus".
Saya tidak mengatakan pendapat ini salah. Benar, at some extent. Kebanyakan orang kita tidak terlalu berani mengambil resiko, akhirnya berakhir ke pilihan pragmatis dan mainstream, meski di pasaran ada banyak pilihan yang mungkin "lebih bagus". Tentu saja semakin ruwet jika kita sudah berkeluarga, harus kompromi dengan istri dan anak, yang nyatanya, memang mayoritas pembeli mobil adalah orang yang sudah berkeluarga.
Ilustrasi mobil bekas.
( sumber )
Tetapi jika mengikuti beberapa kanal YouTube luar, pemikiran seperti ini sebenarnya juga tidak eksklusif di Indonesia saja. Hanya, di luar negeri mekanisme untuk "lease" mobil lebih mudah sehingga depresiasi mobil bekas jadi tinggi, bahkan untuk sebuah mobil yang populer sekalipun.
Mobil, bagi mayoritas kita, tak usah di Indonesia, di sisi manapun di dunia, adalah peralatan, appliances, seperti kompor gas dan dispenser air minum. Murni sebagai "alat" yang akan masuk ke tabel akuntansi dan dihitung depresiasi serta perawatannya tiap tahun. Kita bahkan tidak berpikir mobil adalah benda untuk dinikmati, kemacetan jalan Jakarta saja sudah melelahkan, hanya sebagai alat untuk "get sh*t done and go". Aktivitas mengemudi saja sudah melelahkan, selalu terburu - buru di rush hour traffic supaya tidak kena sangsi dari bos atau anak anda tidak dipanggil guru wali karena sering terlambat.
Beberapa dari anda mungkin berpikir dengan kemacetan seperti ini setiap harinya, how is owning a car "enjoyable" ?
( sumber )
Tentu ketika anda bicara horsepower, yang pertama muncul di benak kawan anda - yang jenuh dengan aktivitas mengemudi adalah : "mau dipakai kemana sih, tenaga sebesar itu?"
Lalu anda mengharapkan orang membeli mobil untuk "dinikmati, bukan dijual kembali" ? Mayoritas orang tidak akan relate.
Hanya sebagian kecil dari kita yang berpikir seperti itu. Di internet banyak ? Memangnya komentator di kolom komentar YouTube Fitra Eri atau Ridwan Hanif, semuanya sudah punya SIM ?
Good Car, Bad Car.
Bagus, jelek. Mahal, murah. Kaya, miskin.
Otak manusia terbiasa berpikir dengan dikotomi ini. Kita dari kecil dididik bahwa ada moralitas baik-buruk. Setelah dewasa kita baru mengenal istilah bernama "moralitas abu-abu", karena semakin banyak masalah yang tidak dapat kita selesaikan dengan sudut pandang dualitas ini.
Lalu apa hubungannya dengan mobil ?
Mayoritas kita menilai mobil juga dengan standar dualitas. Kita memiliki standar bahwa mobil yang bagus haruslah punya teknologi masa depan, voice command, head unit layar sentuh, MID full screen, dan harganya terjangkau. Semua hal yang sekarang ada di mobil Tiongkok modern, yang menurut kita, secara "nilai" memberikan lebih dari merek Jepang yang jadi terkesan "overprice" atau "kemahalan".
Tetapi izinkan saya memberitahu anda satu hal : objektivitas baik/buruk adalah ilusi.
Mobil X bagus, mobil Y jelek hanyalah standar buatan kita saja.
Tidak ada pembeda yang jelas antara bagus dan jelek. Anda bisa saja mengatakan sebuah Honda HR-V mempunyai kualitas buatan yang buruk, tidak layak dibeli - tetapi faktanya ia laku keras, dan jika anda naif saja mengatakan "hanya menang merek", tidakkah anda lupa bahwa Honda HR-V adalah satu - satunya mobil di kelas ini yang punya pilihan mesin 1.5 Liter dan kursi yang bisa dijungkirbalikkan ke segala arah untuk membawa peralatan tempur ?
Mobil, seperti apapun wujudnya, pada dasarnya adalah appliances. Fakta bahwa sebuah Honda HR-V laku karena penerimaan pasar baik, selera pasar pengguna mobil dengan dana tiga ratus lima puluh juta adalah mobil seperti HR-V. Pabrikan besar tidak menghabiskan waktunya untuk riset survey di Instagram Story, mereka menghabiskan waktu di lapangan, di bengkel, di showroom, bahkan keliling dunia untuk menganalisa masukan dan keinginan konsumen, sebagai pijakan untuk mendapat gambaran mobil seperti apa yang diinginkan konsumen di level harga segini, pekerjaan seperti ini, berkeluarga atau lajang, tingkat aktivitas segini, dll.
Satu yang sulit disaingi oleh pesaing - pesaing Honda HR-V adalah ruang kargo besar yang dibantu dengan fleksibilitas ruang sangat baik, warisan dari platform Jazz.
Dan selera adalah relatif, betul ?
Anda tidak bisa mengatakan orang yang membeli Honda HR-V instead of Mazda CX-3 atau Hyundai Kona sebagai orang yang serta-merta beli mobil "karena mudah dijual kembali" - yes it is, tetapi tidak fair mengeluarkan faktor kelebihan ini dari persamaan, karena ada banyak orang di luar sana sudah berkeliling melihat mobil macam - macam, akhirnya ya kembali ke pilihan yang mainstream.
Sederhana, karena itu yang paling sesuai kebutuhan dan selera pasar.
Bahkan mobil sport sendiri adalah appliances, mungkin jika sebagian keluarga kaya suka piknik ke luar negeri, anda lebih memilih bersantai akhir minggu melakukan trackday atau jalan dengan mobil sport atap terbuka anda. Sebuah "alat" untuk bersenang - senang, seperti taman hiburan.
Saya dulu adalah reviewer random sok tahu di internet dengan pemikiran naif yang sama - mobil bagi saya haruslah terasa sporti dikendarai, saya membenci transmisi CVT, dan penilaian saya murni dari sudut pandang ini. Saya menilai buruk mayoritas mobil Toyota karena tidak terasa menyenangkan dikendarai, tidak memiliki personality, dan heran banyak yang membelinya.
Tetapi seiring waktu, mulai mengerti bahwa mobil bagus dan jelek itu tidak ada - yang ada hanyalah apakah mobil itu sesuai selera dan kebutuhan atau tidak. Sama seperti ketika mulai bertumbuh dan mengenal dunia di luar bangku sekolah yang penuh moralitas abu-abu.
Lalu, bagaimana dengan mobil - mobil yang tidak laku tadi ?
Ada banyak alasan mengapa brand mobil tutup. Tidak melulu karena gagal bersaing, bisa jadi karena masalah internal manajemen, atau perubahan strategi bisnis.
Adalah sebuah fallacy dari orang yang kurang mengerti bisnis, yang mengatakan bahwa GM dan Ford semata - mata hengkang karena orang Indonesia memilih brand "mainstream". Ini seperti mengatakan nilai anda jelek karena di kelas ada yang lebih pintar.
Lagian jika memang alasannya itu, memangnya GM dan Ford kalah terkenal dan kalah laris dari brand seperti TATA Motors atau Renault ?
Ford Motor memiliki pasar yang besar di kelas double cabin - jika anda nonton YouTube channel "mobil busuk" Soni Setiawan, Ranger memiliki populasi tidak lebih sedikit dari Mitsubishi Triton untuk bisnis pertambangan di Kalimantan. Di kota besar pasar mereka tidak terlalu buruk : Fiesta dan Ecosport masih sering saya temui di jalan raya. Focus adalah mobil PJR. Tetapi mereka hengkang, meskipun sekarang kembali lagi dan baru menjual Ranger.
Ia juga menyebutkan bahwa Ford sendiri akan menghadirkan satu model terlebih dahulu, yakni Ford Ranger. Model ini hadir dalam dua varian, yakni Base 2.2L MT dan XLT 2.2L AT.
Ford pertama kalinya bakal hadir di wilayah Sumatera Selatan. Nantinya delar Ford akan bermarkas di The Pitstop Palembang. Selain Ford, dealer ini juga akan melayani penjualan merek Mahindra.
GM Indonesia adalah cerita lain lagi. Brand ini sebenarnya bukan merek baru di Indonesia. Opel Blazer pernah terkenal di awal 2000-an, Chevrolet Captiva laku keras di 2007, dan Chevrolet Spin di 2013. Pabriknya sering buka-tutup, dan sekarang benar - benar hengkang. Beberapa dealer Chevrolet sudah berganti dengan sister company mereka di Tiongkok : Wuling Motors.
Chevrolet memiliki sejarah panjang di Indonesia, beberapa produknya sempat laku keras.
( sumber )
Berjualan mobil bukan hanya perkara mobil bagus-jelek, atau laku-tidak laku. Kompetisinya berat, ada banyak elemen di dalamnya, dan hal ini sulit dipahami oleh orang kebanyakan.
Comentários