top of page
  • Writer's pictureChristian Aditya

Hybrid is the Future.

Mungkin ada sebagian dari anda yang sudah membaca komentar Mr. Akio Toyoda mengenai valuasi saham Tesla yang... jauh lebih tinggi ketimbang tujuh perusahaan otomotif Jepang digabungkan.


Jika belum, saya akan kutipkan. Dilansir dari CNBC


“They have not created a real business in the real world yet. They are trying to trade recipes. The chef is saying ‘Our recipe is going to become the standard of the world in the future!’ At Toyota, we have a real kitchen and a real chef too, and are creating the dishes already. There are customers, who are very picky about what they like to eat, sitting in front of us, and eating our dishes already.”

Tentu saja EV fanboys dan Tesla-cult worshippers akan mengatakan bahwa Toyota mulai panik. Bagi orang-orang yang termakan mumbo-jumbo "electric is the future", perkataan Mr. Toyoda seperti seorang pimpinan perusahaan generasi boomer yang kuno dan kolot.


Tetapi Mr. Toyoda tidak sepenuhnya salah - malah buat saya, he got a point. Ini adalah pernyataan keras dari seorang yang telah makan asam-garam dunia kendaraan roda empat. Tesla adalah si pendatang baru yang baru koar-koar dengan mimpi dan presentasi di depan shareholders, sedangkan Toyota sudah lama established sebagai salah satu most trusted brand di dunia.


Dan, jika anda mengatakan bahwa Toyota adalah perusahaan dari "masa lalu" - well, bagaimana dengan fakta bahwa Toyota mengembangkan teknologi Hybrid sudah lebih dari dua puluh tahun. Isi lini hybrid Toyota saat ini adalah generasi keempat. Toyota Prius, bahkan pernah menjadi hype tersendiri. It-item para selebriti hollywood dan jika anda ingin tetap menggunakan energi tetapi ingin mengurangi rasa bersalah karena mengeluarkan asap dari pipa knalpot terlalu banyak. Paling tidak, di perkotaan Prius anda hampir tidak mengeluarkan asap.


Artinya, Toyota bukanlah perusahaan yang terlalu old-school, dan Hybrid mungkin adalah teknologi masa depan yang sebenar-benarnya.


The Problem with EVs


Ada banyak sekali kelemahan fundamental dari sebuah BEV yang masih belum bisa diselesaikan dalam waktu cepat - secepat gorengan beritanya.


Ambillah Kona EV, memiliki jarak tempuh sekitar 400 kilometer. Ini sama dengan average jarak tempuh sebuah mobil bensin kebanyakan jika hanya digunakan di perkotaan.

Hyundai Kona EV

( sumber )


Jika digunakan untuk ke luar kota, mobil bensin rata-rata dapat menempuh sekitar 100 - 200 kilometer lebih banyak. Diesel ? Sebuah BMW 2 Liter Diesel terbukti memiliki jarak tempuh nyaris dua kali lipat dari itu. Mesin bensin dan diesel akan efisien seiring jauhnya perjalanan dan lancarnya traffic.


Masalahnya, EV dan bensin sangat berbeda - malah berkebalikan. EV justru mengkonsumsi listrik lebih banyak ketika ia digunakan untuk perjalanan jarak jauh. Artinya, range anda justru malah bisa saja semakin cepat berkurang.

Even the shortest-range EV can manage more than 7 hours of slogging through city traffic at an average speed of, say, 15 mph. Also, unlike a gas-powered vehicle, an EV's consumption increases dramatically as speeds rise. Of course, as with all cars, aerodynamic drag inflates with the square of speed, but EVs are particularly affected as all but the Porsche Taycan lack multiple gears. So, a higher vehicle speed means the electric motor is spinning at a faster and less-efficient point.

Lalu jika sudah habis ? Anda mengisi, tentu saja. Mengisi BBM di mobil diesel atau bensin bukan perkara sulit. Tidak sampai lima menit full tank anda sudah bisa jalan lagi. Tetapi di EV ? Well, asumsikan infrastruktur listrik di Jawa-Bali sudah sama seperti SPBU, jadi kita buang variabel anda akan menunggu mobil derek di tengah tol karena tidak menemukan stasiun pengisian - yang waktunya sama lamanya dengan waktu pengisian anda.


Dan jika mengisi baterai ponsel anda saja tidaklah lebih cepat dari mengisi BBM sampai penuh - bayangkan mengisi baterai dengan ukuran yang jauh-jauh lebih besar. Bahkan rapid charger saja baru mampu mengisi paling cepat 20 menit. Well, bad news jika anda adalah seorang fast drinker yang mana anda hanya butuh kurang dari lima menit untuk menenggak minuman Starbucks.

Depending on model, EVs can be recharged to 80% in as little as 20 minutes, though an average new EV would take around an hour on a standard 50 kW rapid charge point. Power from a unit represents the maximum charging speed available, though the car will reduce charging speed as the battery gets closer to full charge. As such, times are quoted for a charge to 80%, after which the charging speed tails off significantly. This maximises charging efficiency and helps protect the battery.

Anda harus spare waktu lebih lama untuk charging stop... dan anda berpikir seandainya menggunakan mobil bensin anda sudah sampai ke tujuan dari dua jam yang lalu.

Rapid Charger - tidak sampai sejam, tetapi tetap saja lama.

( sumber )


Jangan lupa bahwa jika baterai sudah habis masa pakainya - BEV is dead. Totally dead. Sebelum anda membelikan baterai baru yang harganya juga luar biasa. Di mobil hybrid, anda masih dapat jalan hanya dengan mesin bensin. Saya tidak ingin bicara soal limbah baterai - tetapi limbah baterai juga salah satu issue yang masih debatable.


EV fanboys boleh saja bilang bahwa ini masih teknologi baru sehingga ke depannya akan a b c d e. Oh ya, pertanyaannya, apakah cost x benefit yang didapatkan pabrikan mobil dari pengembangan baterai bakal berbanding lurus ?


Jika tidak, simpan saja mimpi itu.


Hybrid : Why Toyota is Going the Right Path


Baiklah... Hybrid.


Anda memiliki mesin bensin dengan baterai. Berlaku untuk Hybrid maupun Plug-in Hybrid.


Di motor hybrid, anda tidak memerlukan baterai dengan ukuran enormous. Bahkan mobil Plug-in Hybrid seperti Prius PHEV hanya menggunakan baterai berkapasitas 8.8 kWh, bandingkan dengan Kona BEV yang menggunakan 39.2 kWh.

Toyota Prius PHEV - sebuah solusi realistik, dan mungkin lebih futuristik ?

( sumber )


Tidak semua mobil Hybrid dapat berjalan dengan baterai saja (I'm looking at you, Honda CR-Z) - tetapi Toyota Prius adalah contoh sebuah proven formula. Pada versi reguler maupun PHEV - dua duanya bisa, hanya versi PHEV memiliki daya jangkau lebih besar. Prius PHEV mampu berjalan dengan mode listrik sejauh 40 kilometer dari full charged.


Well, jika yang anda lakukan hanyalah anter bocah dan ke supermarket, 40 kilometer adalah jarak yang sangat-sangat jauh. Artinya anda hanya butuh sekali full charge untuk commute.... katakan, selama 3 hari ?


Itupun masih tidak perlu khawatir akan ada pemadaman bergilir di rumah sewaktu - waktu, atau pelesir akhir Minggu ke tempat yang agak jauh dari kota karena anda memiliki mesin bensin 1.8 Liter Atkinson Cycle - yang artinya sudah jarang menyala, hemat lagi. Ingin extra boost untuk ke luar kota ? Keduanya dapat menyala dan anda dapat extra tenaga seperti mesin berkapasitas besar dan torsi seperti sebuah mobil diesel.


Dengan total jarak tempuh sekitar 800 kilometer yang artinya ini sudah setara dengan sebuah BMW 2 Liter Diesel, dengan tidak perlu khawatir akan berakhir di bahu jalan tol Trans Jawa memangil towtruck bermesin diesel.


Jarak tempuh ini akan terus bertambah tentu saja dengan semakin berkembangnya teknologi baterai. Membuat baterai 8.8 kWh dengan energy density lebih besar sekitar 10-15% bukan mimpi, dan masih sangat masuk akal.


Anda tidak perlu membeli dua mobil : satu bensin dan satu EV untuk masing - masing short trip dan long trip, anda hanya butuh satu mobil dan satu mobil PHEV sangat-sangat jelas lebih baik untuk kesehatan paru-paru tetangga anda.


Best of both worlds, really.


Saya pikir inilah mengapa sebagian besar manufacturer besar seperti Hyundai sekalipun - yang memiliki portfolio mobil listrik, atau Nissan, sepakat bahwa BEVs hanya efektif untuk mobil kelas citycar atau crossover. Lihat saja lini produk EV pabrikan - pabrikan besar ini : Hyundai IONIQ, Kona, Nissan Leaf, Honda E, Renault Zoe, Peugeot e-208, dll.


Karena itu mereka tidak akan membuat sebuah medium crossover seperti SantaFe dengan listrik. Bahkan Hyundai Tucson terbaru saja malah menggunakan mesin 1.6 Turbo GDI Hybrid CVVD dan tidak ada varian EV seperti Kona.

Hyundai Tucson PHEV

( sumber )


Hybrid is the way to go. Hybrid Supercar-Hypercars bahkan sudah ada sejak dari lama dan tidak mengebiri pengalaman berkendara - justru malah menambah excitement.

Ingin terlihat kaya dan ramah lingkungan ? Bekerja keraslah hingga anda mampu membeli Porsche Hybrid.

( sumber )


Oh tentu saja BEV menjadi easy access ke performance Porsche Taycan, well, tentu saja, tetapi saya ragu apakah akan ada Cayenne BEV atau bahkan 911 Electric.

On a call Nov. 5, Porsche AG boss Oliver Blume indicated in no uncertain terms that a 100% battery-powered 911 is a long way off—if ever.
“Let me be clear, our icon, the 911, will have a combustion engine for a long time to come,” Blume says. “The 911 is a concept of the car that is prepared for the combustion engine. It’s not useful to combine it with pure electric mobility. We believe in purpose-designed cars for electric mobility.”

But Fossil Fuels are depleting...


Argumen pamungkas para EV Fanboys adalah bahwa bahan bakar fosil semakin menipis - dan menurut saya ini argumen yang sangat invalid. Apapun yang terjadi, bahan bakar fosil akan menipis. Bahkan jika seluruh manusia di Jakarta menggunakan EV sekalipun.


Ada banyak hal yang kita tidak sadari menggunakan fossil fuels jauh lebih besar : pabrik, truk tambang, kapal tongkang batu bara, penerbangan militer, penerbangan komersial, kereta api, listrik rumah, listrik hotel mewah, genset di hotel mewah, taman bermain, sekolah, kampus ; - benda yang sama yang ada di fuel tank mobil kita dan kita selalu menganggap bahwa akar dari segala kejahatan adalah tangki bensin mobil dan itu harus dimusnahkan.

Benda - benda ini membakar ribuan ton bahan bakar setiap hari dan tidak ada ide absurd membuat pesawat terbang elektrik.


That is absurd. Memaksakan ide bahwa EV adalah satu satunya solusi motorisasi urban adalah sama seperti membersihkan selokan setiap hari tetapi tetangga anda tetap membuang sampah ke selokan.


Poin saya sama : minyak telah menjadi sumber energi terpercaya manusia selama lebih dari satu abad, dan fakta bahwa lamanya manusia hidup dengan minyak adalah bukti bahwa ini sumber energi yang - nyaris tidak dapat tergantikan.


In the near future - saya pikir pengembangan ICE yang semakin efisien dan baterai yang semakin energy-dense adalah solusi yang realistis untuk mencapai mimpi menyelamatkan lingkungan. Keduanya akan mencapai titik ekuilibrium tertentu yang semakin baik tanpa harus memusnahkan salah satunya.


Mungkin saja nantinya average crossover seperti Honda CR-V akan memiliki jarak tempuh 1.200 kilometer - dengan 300 kilometernya dapat ditempuh dengan motor listrik ?

Honda CR-V PHEV current gen - tentu saja yang ini belum secanggih itu.

( sumber )










40 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page