Mengemudi adalah pekerjaan sederhana.
Jutaan manusia di dunia ini melakukannya dengan kendaraan roda dua hingga roda delapan belas sekalipun.
Tetapi, saya adalah orang yang punya trust issue dengan pekerjaan sederhana ini. Saya sering merasa tidak nyaman disetirin orang lain.
Beberapa orang mengemudi terlalu terlalu kencang, tidak bisa bermanuver dengan halus, injakan remnya kasar, pindah giginya nyentak, tidak menjaga jarak dengan kendaraan di depan, dan tidak dapat mengkalkulasi jarak aman untuk menyalip.
Sebaliknya, ada pula yang mengemudi terlalu pelan, tidak berani menyalip kendaraan, ragu menginjak gas, menggunakan gigi terlalu tinggi sehingga mobil terkesan terus - menerus mau mati, terlampau sering menginjak rem.
Istilah untuk orang - orang seperti ini "asal mancal". Asal bisa main gas, rem, kopling, setir. Serius, saya lebih baik berada di balik kemudi non-stop selama 10 jam daripada disetirin orang - orang semacam ini.
Harus saya akui, kebanyakan tidak menyebabkan saya celaka. Mereka juga tidak semuanya melanggar aturan. Tentu saja melanggar jika melebihi batas kecepatan - tetapi tidak ada aturan yang menilang kita jika kita hanya mengemudi 10 km per jam di jalan umum, di lajur cepat. Paling hanya mendapat "sangsi sosial" berupa klakson tiada henti.
Pengemudi yang terlalu lambat juga seringkali mengganggu
( sumber )
Tetapi di sinilah masalahnya : wacana mengemudi kita hanya berkutat soal aturan dan skill mengemudi yang formal. Lajur kanan untuk ini, tengah untuk ini, kiri untuk ini, kecepatan maksimum segini, lampu merah berhenti, lampu hijau jalan, berhenti tidak melebihi marka.
Tetapi, ada sesuatu yang luput dari semua wacana aturan ini.
Ada alasan mengapa di masa lalu hanya cowboy atau prajurit perang yang berani mengendalikan seekor kuda : mengendalikan kuda itu sulit. Salah-salah, anda akan berakhir benjut - atau patah tulang.
Sebuah pabrikan mobil asal Jepang memiliki filosofi jinba-ittai. Man and horse as one. Saya tidak perlu elaborasi lebih jauh karena sudah jelas sekali. Yang dimaksud "kuda" di sini, tentu saja "kuda" dalam peradaban modern : mobil, atau motor.
Hal yang sulit dari mengendarai kuda adalah anda harus mengenali karakteristik kuda itu. Kuda perang tentu berbeda dengan kuda di peternakan. Kuda hanya akan nurut dengan orang yang sudah biasa bersama dengannya, dengan orang yang sudah mengenalnya, dan sebaliknya pula, seorang prajurit juga akan lebih bisa mengendalikan kuda yang biasa dipegangnya.
Bahkan kuda - kuda wisata di beberapa tempat pun tidak bisa anda naiki tanpa supervisi dari si pemilik atau pemeliharanya, meskipun ia berlari jauh lebih pelan daripada Honda Brio anda.
Sounds familiar ?
Saat anda berada di balik kemudi, anda dan mobil adalah satu kesatuan.
( sumber )
Kaki anda merasakan dua atau tiga pedal, tangan anda memegang setir dan perseneling, mata anda tertuju pada kaca depan dan spion, telinga anda mendengarkan suara mesin, dan tubuh anda merasakan gaya G saat menikung, akselerasi, dan pengereman. Di momen mesin dinyalakan, semua kontrol ada pada kendali anda.
Sayangnya, banyak pengemudi tidak dapat merasakan mobilnya. Mereka hanya tahu aturan saja, tetapi tidak benar - benar tahu bagaimana cara mengemudi dan "menyatu" dengan mobil.
There is more to driving than just rules. Sesuatu yang jauh lebih memerlukan jam terbang dan usaha : good senses.
Apa profesi yang membutuhkan senses sangat baik dalam mengemudi ? You guessed it : pembalap.
Saya kira kita semua setuju pembalap turing, rally, atau F1, semua punya senses yang jauh lebih baik dan tajam dibanding manusia normal. Mereka terbiasa dengan kecepatan, dengan G-force ekstrem, mengerem dari 200 km per jam ke nol, menikung pada high-speed corners, dan kecepatan mengambil keputusan dalam hitungan milidetik.
Bagi orang - orang dengan tingkat senses pada level ini, mereka adalah orang yang bisa anda expect mengemudi dengan aman dan nyaman di jalan raya. Dapat membuat mobil anda flying low pada kecepatan tertentu tanpa harus membuat seisi penumpang mabuk akibat kasarnya permainan pedal gas.
Tetapi sangat absurd tentu saja, jika untuk melatih senses kita mesti ada ujian SIM dengan balapan sirkuit. Seru sih, hanya chance lulusnya kecil.
Tetapi, jika anda sadar, essentially, apa yang dikuasai seorang pembalap adalah versi terbaik dari basic driving skill. Kemampuan olah kemudi dan pedal gas, rem, kopling, dan pembalap melakukannya di lingkungan tertutup dan kecepatan tinggi.
Semua itu dibutuhkan untuk mengemudi aman dan nyaman di jalan umum. Anda diberi setir yang sama, pedal yang fungsinya sama, dengan mobil yang mungkin jauh lebih "normal" - tetapi pada esensinya itu tetaplah benda beroda empat yang sama.
Saya dapat menganalogikan seperti kompetisi Masterchef. Setiap pesertanya bukanlah professional - pesertanya bisa seorang mahasiswa, ibu rumah tangga, atau seorang tukang nasi goreng. Tetapi mengapa jurinya professional chef ? Ya karena teknik memasak itu ya itu - itu saja, peralatan masak ya itu-itu saja. Yang membedakan pro chef dengan amateur chef adalah jam terbang seorang pro chef lebih tinggi, yang jelas senses dan skillnya lebih terlatih.
Tentu saja menyempurnakan senses ini tidak bisa dalam waktu singkat - jika anda bukan di trek balap, perkembangan senses anda akan jauh lebih lambat. Tetapi sekali lagi, semuanya bisa dilatih, bahkan tanpa ada menyadarinya sekalipun.
Jika senses anda sudah terlatih, bagian kedua adalah tentang "kuda" anda.
Selalu ada batas yang jelas antara kemampuan mengemudi yang buruk dan mobil yang buruk untuk dikendarai. Sayangnya, kebanyakan kita memilih menyalahkan mobil ketika kita muntah - muntah sampai tujuan dan setelah beberapa manuver yang hampir menggulingkan mobil.
Oh tentu saja, ada beberapa mobil yang memang set suspensinya buruk - handlingnya payah sampai pada taraf tidak aman, bisa membuat anda seketika celaka saat harus manuver mendadak - misalnya menghindari seekor anjing menyeberang. Sebaliknya, ada pula mobil - mobil yang memang diciptakan untuk "enhance your senses" - dapat berkomunikasi dengan baik dengan anda dan literally menjadi kepanjangan tangan anda. Contohnya adalah Mazda Miata.
Mazda MX-5 Miata, atau Mazda Roadster
( sumber )
Tetapi saya akan jujur mengatakan : saya akan lebih memilih disetirin seorang Rifat Sungkar di sebuah Toyota Avanza, daripada seorang pemula di sebuah S-Class. Mungkin saya tidak mabuk, tetapi saya akan merasa jauh lebih secure di sebuah sh*tbox dengan pengemudi berpengalaman.
Mobil yang buruk bukan excuse untuk kemampuan mengemudi yang buruk. Dengan kemampuan mengemudi yang baik, seorang pengemudi berpengalaman dapat mengatur tingkat kecepatan, seberapa ekstrem ia bermanuver, dan kapan harus melakukan pengereman. Kaki dan tangannya akan terus adjusting dan terlatih untuk menyesuaikan diri dengan tunggangannya. Jika ia tahu mobilnya "tidak aman", ia akan menahan diri untuk tidak ngebut. Ya, termasuk mengenali komponen mobil yang sedang tidak bekerja baik.
Saya jelas bukan seorang pengemudi terbaik di muka bumi - tetapi saya tidak mengemudikan sebuah Mitsubishi Xpander sama halnya seperti saya mengemudi sebuah Honda Civic. Keduanya adalah benda berbeda, didesain berbeda, titik gravitasinya berbeda, mesinnya berbeda, transmisinya beda, bobotnya berbeda, suspensinya berbeda, jelas memerlukan perlakuan berbeda pula.
Lalu jelas anda akan mengemudikan sebuah mobil di jalan raya. Jalan yang penuh tantangan : sepeda motor tiba-tiba nyelonong, truk pasir mogok, lubang dan genangan air, belokan putar balik, dll.
Performa mengemudi terbaik adalah pada rute yang sering anda lewati. Setiap tikungannya anda hafal, berapa motor yang tiba - tiba nyelonong setiap pagi dan sore sudah anda perkirakan. Mungkin anda sudah punya kalkulasi pula bahwa ada chance sekian % ada truk mogok atau tabrakan di daerah situ.
Seorang pembalap - memerlukan lap pemanasan atau latihan. Tujuannya adalah mengenali sirkuit dengan baik, mengenali setiap detil, dan mencocokkan dengan karakter mobil. Kecepatan, waktu pengereman, racing line, dll. Jika ia sudah mengenali sirkuit dengan baik, mobil dan pengemudinya tinggai menyesuaikan.
Practice lap pada Indy 500
( sumber )
Di jalan umum seluruh faktor ini semakin kompleks, tetapi sekali lagi : basicnya sama. Anda harus mengenali "rythm" dari jalanan anda untuk bisa mengemudi dengan baik. Berapa kecepatan di jalan ini, pada lajur berapa kita perlu melaju, kalkulasi kecepatan saat menyalip truk dan perkiraan jarak aman.
Jalanan seperti musik - ia memiliki ritme masing - masing yang harus dikuasai dan diikuti secara harmonis. Mengemudilah seperti lunatic dan anda akan memancing orang mengklakson serta marah - marah kepada anda, karena mengganggu harmoni tersebut.
Jika anda masih mengemudi seperti amatiran di rute sehari - hari, saya jamin anda seperti orang baru belajar mengemudi kurang dari seminggu di rute baru. Sebaliknya pula, jika anda mengemudi seperti pro di rute sehari - hari, tidak butuh waktu lama untuk anda menyesuaikan dengan tempat baru.
( sumber )
Final thoughts ?
Jinba-ittai, bukan sekedar slogan overglorified dari sebuah pabrikan mobil asal Jepang.
Saat aktivitas mengemudi kita menyatukan tiga elemen : manusia, kendaraan, dan jalanan. Tugas utama seorang pengemudi adalah mengenali ketiganya. Mulai dari mengenali kemampuan diri sendiri, lalu mobil, dan jalanan. Dengan menguasai ketiganya, tanpa harus ada aturan lalu lintas dan batas kecepatan sekalipun, anda akan menjadi pengemudi yang aman dan nyaman.
Contoh paling baik di sini adalah seorang pengemudi rental kenalan saya. Saya cukup terkesan dengan caranya mengemudi - ia jelas bukan seorang petrolhead, bukan pula orang yang punya pengalaman dengan mobil - mobil kencang, hanya seorang pengemudi rental biasa. Tetapi pernah suatu kali ia mengemudikan sebuah Daihatsu Xenia dari Surabaya ke Malang, di waktu belum ada tol langsung ke Malang, yang artinya saya melewati cukup banyak "siksaan" di jalan raya. Entah kenapa, saya merasa secure dan tidak merasakan mabuk sedikitpun. Olah kemudi dan permainan gasnya rapi, pindah jalurnya halus.
Doesn't take a genius untuk mengemudi sebaik ini. Anda hanya perlu latihan. Sekedar mengemudi kencang saja semua orang bisa. Tetapi mengemudi kencang tanpa membuat orang ketakutan - itu butuh latihan dan pengalaman.
Comments