Energi adalah sebuah topik yang selalu hangat diperbincangkan pada sektor apapun.
Kehidupan manusia sendiri pada dasarnya sangat bergantung pada energi, karena tubuh manusia pun pada dasarnya menghasilkan energi melalui makanan.
Setelah makan, kita berak. Feces pada dasarnya adalah sisa - sisa makanan yang tidak terpakai, lalu dibuang menjadi kotoran / waste.
Tubuh manusia sendiri tidak 100% efisien dalam pemanfaatan energi.
Tetapi dulu hal seperti ini tidak pernah bermasalah. Feces mudah terurai, bahkan feces hewan ternak membantu kesuburan tanah. Tanah subur menghasilkan tanaman yang subur, membantu kita mendapatkan sumber makanan yang baik.
Itulah keseimbangan alam.
Tetapi energi pada perkembangannya semakin masif digunakan. Penggunaan energi secara masif ini sebenarnya tidak salah, theoritically energi digunakan untuk membantu aktivitas manusia supaya semakin efisien dan cepat. Less energy untuk menghasilkan output yang sama, artinya less waste pula bukan ?
Theoritically.
Kapitalisme pasar bebas, dan revolusi industri membuat teori ini tidak berlaku. Karena semakin efisien produksi, akhirnya manusia justru memanfaatkannya untuk produksi dalam jumlah besar sekaligus. Yang terjadi : more production yang berakhir pada more waste.
Berkembanganya industri dan alat produksi membuat waste menjadi isu serius.
Sialnya, tidak semua waste ini dapat terurai dengan baik. Tentu sudah sangat umum kita tahu bahwa limbah plastik adalah bahan yang sulit terurai. Lalu asap, dan limbah pabrik yang juga sulit terurai.
Alam menjadi tidak seimbang. Sumber daya terkuras tetapi minim timbal-balik.
Isu lingkungan pun menjadi a thing di 2020 akibat banyaknya eksploitasi alam.
Otomotif adalah salah satu industri yang dinilai "kotor". Ribuan komponen yang dibuat untuk membangun sebuah mobil anda, semuanya menghasilkan limbah.
Itu belum cukup. Mobil anda menggunakan bahan bakar yang artinya masih menghasilkan waste lagi dan mencemari udara. Mobil bermesin internal combustion seperti bensin atau diesel adalah musuh utama para pegiat lingkungan.
Sesuatu yang membuat para pecinta lingkungan "triggered"
( sumber )
Lalu industri menawarkan sebuah mobil yang lebih "ramah lingkungan". Nol emisi gas buang.
Mobil listrik.
Mobil yang tidak berasap, sekaligus pemanfaatan energinya sangat efisien. Elektrik motor memiliki efisiensi jauh di atas motor bensin atau diesel. Torsi yang tersedia dari 0 RPM dan konstan adalah bukti dari efisiensi tersebut.
Produsen mobil listrik melabeli produk mereka dengan embel - embel seperti "Zero emission", hanya karena tidak mengeluarkan asap knalpot.
Zero Emission campaign oleh Nissan - salah satu pabrikan produsen terbesar mobil listrik.
( sumber )
Tetapi faktanya, mobil listrik memiliki beberapa permasalahan lingkungan tersendiri.
Proses pertambangan baterai, hingga limbah baterai, belum infrastruktur listrik antar negara yang belum semuanya menggunakan renewables - batu bara masih menjadi sumber energi listrik utama di banyak negara.
( sumber )
Kalau kita mengesampingkan semua ini, bahkan perakitan mobil saja sudah meninggalkan carbon footprint yang sangat banyak.
Jadi tidak benar - benar "zero emission", eh ?
The Hype
Mobil listrik - sebenarnya bukan barang yang baru sekali. Teknologi ini dapat di-trace lebih dari 30 tahun yang lalu.
Mobil listrik - bahkan sudah ada jauh saat awal abad ke-19.
( sumber )
During the dawn of the electric vehicle, the primary competition to EV did not come from internal combustion engines, but rather an even more environmentally-friendly form of transportation, the horse. Despite horse-powered mobility still being the primary mode of transportation in the late 19th century, the introduction of both electric and internal combustion vehicles forever mechanized personal transportation. Around the turn of the century, inventors from around the globe, most notably a youthful Thomas Edison, began developing battery-powered. These early EVs rapidly became popular, especially in densely populated cities, due to their silent operation and lack of noxious exhaust fumes.
Over the next decade, battery-powered cars from different automakers began popping up across the U.S and continued to gain popularity. Around the turn of the century, electric vehicles were so commonplace that New York City even had a fleet of more than 60 electric taxis. By 1900, electric cars were at their heyday, accounting for around a third of all vehicles on the road. In the coming years, electric models continued to show strong sales. It wasn’t until the inception of the Ford Model T, offering unparalleled accessibility and affordability, that the internal combustion engine gained significant popularity. As internal combustion engine cars became more accessible and oil prices steadily dropped, electric vehicles fell out of favor and by the 1930s were all but extinct.
Belakangan, EV mendapat hype nya kembali berkat seorang manusia eksentrik bernama Elon Musk dengan Tesla Motors, melalui Tesla Roadster. Tesla motors bukan pabrikan yang pertama main EV, tetapi ia membuat EV seketika menjadi hype kembali. Tesla bahkan sering disebut seperti sebuah cult - karena hardcore fans nya banyak sekali.
Tesla Roadster pertama menggunakan bodi dari sebuah Lotus Elise
( sumber )
Tesla Roadster adalah mobil pertama yang disebut "highway legal electric car". Disusul dengan mobil - mobil seperti Mitsubishi i-MIEV, lalu Nissan Leaf.
Nissan Leaf generasi pertama
( sumber )
Dan Nissan Leaf hari ini adalah mobil listrik yang terlaris di dunia, terjual lebih dari lima ratus ribu unit, disusul oleh Tesla Model S.
The Leaf was the world's best selling electric car from 2011 to 2014 and 2016. Sales fell in 2015 with overall sales led by the Tesla Model S. As of December 2019, the Leaf listed as the world's all-time best selling plug-in electric car. By early 2019, the Tesla Model 3 surpassed the Leaf to become the new best selling electric car in history, with more than 500,000 units delivered worldwide by March 2020.
As of May 2020, more than 470,000 Leaf cars have been sold globally. As of December 2019, Europe listed as the biggest market (150,000), followed by the United States (141,907), and Japan (close to 140,000). The European market is led by Norway with almost 62,000 units by May 2020.
Angka itu terdengar sangat besar, tetapi dibandingkan total penjualan mobil global, EV hanya menyumbang sekitar 2% saja.
Sales of electric cars topped 2.1 million globally in 2019, surpassing 2018 – already a record year – to boost the stock to 7.2 million electric cars.1 Electric cars, which accounted for 2.6% of global car sales and about 1% of global car stock in 2019, registered a 40% year-on-year increase.
Tetapi walau kecil, tentu saja tren ini belakangan naik. Nyaris 50% mobil di Tiongkok adalah mobil listrik, dan pabrikan Tiongkok juga sangat tertarik dalam mengembangkan mobil listrik.
After entering commercial markets in the first half of the decade, electric car sales have soared. Only about 17 000 electric cars were on the world’s roads in 2010. By 2019, that number had swelled to 7.2 million, 47% of which were in The People’s Republic of China (“China”). Nine countries had more than 100 000 electric cars on the road. At least 20 countries reached market shares above 1%.
Permintaan untuk mobil listrik semakin kencang. Saya yakin untuk sementara waktu pertumbuhan grafik ini akan linear, ditambah dukungan negara - negara untuk mulai membangun infrastruktur pendukung dan dukungan secara policy.
Tetapi apakah pertumbuhan ini akan terus linear ? Atau hanya sekedar hype saja ?
Entahlah. Yang jelas kompetisi di kelas mobil listrik akan semakin sengit dengan banyaknya pabrikan yang bermain di kelas ini. Barangkali nantinya jumlah mobil listrik bisa sebanyak mobil berbahan bakar minyak, dan akan terjadi sebuah pergeseran.
Oil Scarcity, Oil "Conspiracy" ?
Isu mengenai berkurangnya cadangan minyak bumi dan konspirasi perusahaan minyak adalah sebuah narasi favorit para EV fanboys. Bahwa perusahaan minyak seolah menghalang - halangi pabrikan untuk mengembangkan teknologi listrik.
However, narasi ini ignorant dan sangat naif.
Minyak bumi menipis, betul. Tetapi big oil company pelanggan terbesarnya bukan hanya otomotif. Penerbangan komersil, pembangunan infrastruktur, senjata militer, pertambangan - yang juga salah satu aktivitas penunjang produksi mobil listrik, juga adalah konsumen utama perusahaan minyak.
Proses pertambangan lithium untuk baterai
( sumber )
Kita tentu saja masih ingat dengan harga minyak yang sempat turun di bawah nol saat pandemi karena low demand tetapi supply berlimpah, bukan ?
Saya yakin, kontribusi otomotif bukan yang paling kuat di sini. Iya betul, salah satu faktor yang kuat adalah minimnya aktivitas orang di kota - tetapi bukan satu - satunya. Dengan banyaknya maskapai penerbangan yang berdarah - darah akibat menjadi salah satu moda transportasi paling berisiko di masa pandemi COVID-19, tidakkah kita berpikir bahwa penerbangan menempati posisi lebih atas urusan menurunnya permintaan minyak ini ?
Mesin jet pada sebuah pesawat memerlukan jauh-jauh lebih banyak bahan bakar daripada yang anda pikirkan.
( sumber )
Ada banyak sektor dalam kehidupan kita bergantung pada minyak - dan kita hanya mengerucutkannya pada urusan otomotif saja.
Permasalahan utama pada baterai jauh lebih teknis dan fundamental daripada konspirasi - konspirasian.
Baterai tidak energy-dense seperti minyak. Yang artinya untuk mendapatkan energi yang sama pada baterai - anda memerlukan lebih banyak battery pack, yang artinya mobil anda akan jadi sangat berat. Satu galon (3.7 liter) minyak menghasilkan energi 33.7 kiloWatts, itu setara dengan seluruh battery pack pada Nissan Leaf generasi pertama.
The main issue, according to Fenske, is that batteries simply aren't as energy dense as gasoline. That means more space is required to hold a given amount of energy with batteries than with good old dinosaur juice. A gallon of gasoline is equivalent to 33.7 kilowatt-hours of energy, according to Fenske. So that one gallon contains more energy than the entire battery pack of a first-generation Nissan Leaf.
Masalah lainnya adalah performa baterai sangat bergantung sekali pada temperatur. Pada suhu dingin efisiensi baterai akan menurun cukup drastis.
But the efficiency difference is largely negated by other factors, Fenske said. Differences in driving conditions and cold ambient conditions can lower the efficiency of electric cars, he said.
However, mobil listrik dapat menjadi solusi bagi commuter dalam kota berjarak pendek, teknologi ini ke depannya akan terus dikembangkan.
This isn't as much of an issue for electric passenger cars as it is for other types of electric vehicles, according to Fenske. The weight of semi trucks, for example, is limited by regulations. So getting enough range out of an electric semi truck could severely limit the amount of cargo it can carry, Fenske said.
That hasn't stopped companies from trying to develop electric semi trucks. Tesla has said its Semi will have a maximum range of 500 miles, and the truck has attracted interest from companies like Budweiser and Walmart. It's worth noting that early electric semi trucks will likely be used on shorter runs between dedicated terminals, ensuring they're never too far from a charging station.
Dealing with Energy Issues
Menggunakan dan memiliki mobil adalah sesuatu yang wasteful - either itu mobil bensin, diesel, hybrid, atau elektrik. Mobil meninggalkan carbon footprint dimana - mana.
Mobil listrik bukanlah pil ajaib untuk permasalahan energi kita. Fakta bahwa teknologi ini lebih efisien betul, tetapi ia tidak benar - benar nol emisi. Mungkin langit anda cerah, tetapi di tempat lain polusi udara akibat pembangkit listrik akan semakin parah akibat tingginya permintaan mobil listrik di perkotaan, yang mengakibatkan tentu saja permintaan listrik yang tinggi.
Energy sustaining, saving the planet - adalah sebuah tanggung jawab besar. Itu melibatkan mengubah seluruh gaya hidup yang boros energi menjadi hemat energi.
Seringkali kita tidak sadar bahwa banyak kebiasaan kecil yang menggunakan energi untuk sesuatu yang tidak benar - benar butuh energi besar.
Contoh kecilnya ? Belanja ke minimarket di komplek perumahan yang jaraknya tidak sampai 1 kilometer, menggunakan sepeda motor atau mobil.
Hanya untuk melakukan sesuatu yang remeh kita mengeluarkan energi begitu besar.
Selain boros energi - anda juga kurang gerak, yang mengakibatkan banyak masalah kesehatan dan berat badan susah turun. Not mentioning makan terlalu banyak juga menyebabkan food waste dan plastic waste.
Serta jika anda jatuh sakit akibat lifestyle seperti ini, medication juga punya waste tersendiri : listrik untuk peralatan rumah sakit yang butuh daya tinggi. Oh ya, tahukah anda bahwa obat obatan juga diproduksi di pabrik ?
Jika gaya hidup anda masih wasteful - memiliki mobil listrik bukan solusi untuk menyelamatkan planet.
Comments