top of page
  • Writer's pictureChristian Aditya

Value for Money

Ada lebih dari dua puluh merek mobil di Indonesia, di dalam setiap merek ada jenis - jenis mobil yang sangat bervariasi, rentang harganya sangat luas, dan setiap jenis punya grade yang sangat banyak, dan fitur - fitur yang beragam.


Mana yang terbaik sesuai harganya ? Yang teknologinya paling canggih ? Yang fiturnya paling banyak ?


Pengalaman saya dengan berbagai macam mobil justru membuat saya bingung di antara semua ini mana yang terbaik. Memutuskan yang terbaik di rentang harga tertentu saja sulit.


Faktanya, anda bisa saja merasionalisasikan alasan anda membeli mobil apapun dan alasan menganggap mobil sebagai sesuatu yang "terbaik", karena memang selalu ada alasan rasionalnya!


Quantity vs Quality


Paling mudah kita menilai sebuah benda dari sudut pandang kuantitas. Melihat daftar harga, lalu apa saja yang ditawarkan : fitur - fitur, spesifikasi teknis, dll. Sekilas cara pandang seperti ini rasional, tetapi ini adalah penyederhanaan masalah.


Kuantitas selalu lebih mudah dilihat daripada kualitas.


Fitur tidak selalu menjadi penjamin bahwa mobil anda itu pasti value for money. Mobil memiliki ribuan komponen di dalamnya, dan kualitas komponen - komponen ini - terutama komponen bergerak - sangat berkaitan dengan penggunaan mobil.


Kadang anda baru mengerti komponen di mobil anda ini berkualitas tinggi setelah digunakan cukup lama. Contoh konkretnya adalah Toyota Land Cruiser (TLC). Sebuah Toyota yang serba konvensional, berharga miliaran setara SUV Eropa yang canggih.


Tapi siapa yang meragukan kualitas dan ketangguhan Land Cruiser ?

Toyota Land Cruiser : Mahal, konvensional, tapi banyak peminat.


The thing is... Ada perbedaan pendekatan antara mobil buatan Asia dan Eropa - dan ini saya rasa tidak lepas dari faktor kebudayaan.

Mesin Dual Charger TSI Volkswagen, contoh obsesi pabrikan Eropa dengan teknologi, walau akhirnya tidak dilanjutkan lagi.


Pendekatan Eropa lebih ke teknologi, sesuai bangsa Eropa yang selalu paling maju soal peradaban. Kalau perlu setiap ganti generasi mobilnya harus ganti mesin baru dan transmisi baru, suspensi baru, sistem multimedia terbaru.


Makanya melihat mobil - mobil Jerman itu selalu fresh dan punya kesan mobil Eropa pasti canggih dan mewah, juga harganya pasti tinggi karena teknologinya terkini.


Tetapi selalu memperkenalkan yang terbaru tidak selalu baik.


Mobil Eropa yang terlalu cepat berganti teknologi, membuat mereka tidak terlalu memikirkan penggunaan jangka panjang. Ini membuat mobil Eropa, meski enak sekali dikendarai, punya kesan rewel dan mahal, karena umur komponennya memang lebih pendek daripada mobil Jepang. Selain itu, banyaknya komponen elektronik juga membuatnya semakin kompleks.


"Rewel" nya mobil Eropa sudah menjadi bahan guyonan di komunitas otomotif, di belahan dunia manapun.


Dengan biaya yang sama, serahkan itu pada orang Jepang, maka mereka akan memilih menyempurnakan teknologi yang sudah ada. Kita tau orang Jepang (dan Korea) itu punya etos kerja yang baik, mereka sangat perfeksionis dan detail.


Jika Eropa lebih suka menambahkan teknologi terbaru, Jepang lebih suka menyempurnakan teknologi lama. SKYACTIV-Technology Mazda adalah contoh yang baik bagaimana pabrikan Jepang melakukan pendekatan back to the basic.


SKYACTIV-Technology, yang prinsipnya menyempurnakan teknologi yang sudah ada. Serba konvensional - hanya lebih sempurna.


Pendekatan seperti ini terkesan kuno dan lambat, tetapi terbukti disukai - bahkan oleh bangsa barat sekalipun. Karena semakin lambat berganti teknologi, artinya semakin banyak waktu untuk menyempurnakan.


Waktu yang panjang ini membuat pabrikan Jepang / Korea dapat mengevaluasi kelemahan teknologinya, dan pada generasi atau model berikutnya - mungkin teknologinya masih sama secara umum, tetapi ada komponen - komponen tertentu yang diganti supaya desain tadi lebih sempurna. Mobil - mobil buatan Asia pun dikenal tahan banting.


Saking tahan bantingnya, Coca Cola dan Mentos pun mampu menyalakan mesin Jepang yang sudah sekarat...


Channel YouTube "Carwow" melakukan percobaan menyalakan tiga mobil : Peugeot 206, Ford Focus, dan Honda Civic tanpa oli.


Jika lebih didalami, setiap merek punya pendekatan yang berbeda lagi, sesuai filosofi perusahaan. Tetapi in general, ya seperti itu. Eropa memilih jalur teknologi, Jepang memilih jalur konvensional.


Harga price list juga terkadang tidak bisa jadi patokan.


Ada banyak sekali komponen harga di price list, bukan sekedar harga mobilnya. Misalnya ada mobil yang terkena aturan pajak berbeda, atau ada goodwill tertentu yang membuatnya masuk komponen harga : free service, free labour, atau warranty. Tidak ada yang gratis, kawan. Kalaupun itu gratis ya sudah otomatis tercakup dalam komponen harga.


Belum ngomongin cost produksi pabrik, karyawan, marketing, dll, akan semakin rumit lagi. Lalu juga ada discount.

Yang terakhir ini adalah bagian paling menarik. Karena harga price list itu bukan harga final. Ada mobil yang price listnya sepertinya mahal sekali, tapi setelah nanya discount, ternyata malah sebelas-duabelas dengan kompetitor setelah discount, malah lebih murah dikit.


Jadi, yes, mobil memang tidak bisa dilepas dari sistem yang menciptakannya : industri dan pasar, dan mobil yang laku memang ya mobil yang sesuai kebutuhan pasar. Mobil yang benar - benar dibeli oleh masyarakat.


Bukan sekedar diomongin di internet tapi tidak ada yang beli.

















82 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page