top of page
  • Writer's pictureChristian Aditya

Zaman yang "Edan" : Budaya Populer dan Kendaraan Pribadi

Secara etimologi, ini adalah sebuah kata yang lebih sering keluar dari generasi tua, yang pada masa sekarang sudah beranak-cucu. Mereka melihat berbagai macam perubahan pada era modern sebagai "kegilaan" (jawa = "edan") - sesuatu yang di luar nalar, akal sehat, seringkali berkonotasi negatif, mengarah ke kemerosotan moral dan kekacauan.


Ungkapan ini juga erat kaitannya dengan pandangan apokalipsis bahwa ketika "zaman edan", maka sebentar lagi dunia kiamat, karena beberapa pandangan percaya bahwa banyak kekacauan adalah pertanda sebentar lagi kiamat.



Serat Kalatidha Ronggowarsito yang menjadi dasar ungkapan "Zaman Edan"


Edan - sejatinya sebuah kata - kata itu netral, makna positif atau negatifnya selalu kontekstual. Edan atau "gila" sering juga diplesetkan untuk memuji sesuatu yang bermakna positif. Misalnya "Gila, kamu hebat banget!" ; atau ; "Edan, enak buanget iki!".


Mungkin saja para ilmuwan abad pertengahan - mereka yang hidup sebelum revolusi industri abad 18, atau mereka yang mengenal kendaraan sebatas kereta yang ditarik kuda, jika masih hidup juga menganggap zaman sekarang adalah "zaman edan" - dalam arti positif.


Dulu tak ada yang membayangkan bahwa akan ada masa dimana manusia dapat mengendalikan sebuah mesin kompleks yang mampu berlari hingga 100 km per jam, dan mesin ini kuat digeber secara berjam - jam, berkilometer - kilometer jauhnya, lintas pulau bahkan lintas negara tanpa kendala sedikitpun.



Toyota Fortuner ber-plat Indonesia milik pasangan Teddy Unggul Wicaksono dan Yana Kusryanti, menempuh perjalanan 28 negara dari Asia hingga Eropa selama delapan bulan pada 2017 lalu. Dapat disimak di IG : @indoasiaeuro_bycar

Adapun beberapa negara yang dilalui Yana dan Teddy antara lain Singapura, Malaysia, Thailand, Kamboja, Laos, China, Rusia, Finlandia, Swedia, Norwegia, Denmark, Polandia, Belgia, Jerman, Belanda, Ceko, Prancis, Spanyol, Portugal, Swiss, Austria, Hongaria, Italia, Yunani, Turki, Georgia, Azerbaijan, Kazakhstan.  

Kecepatan mobil rata-rata sekarang, semuanya jauh lebih cepat ketimbang kecepatan maksimum seekor kuda pelari :

The world record for a horse galloping over a short, sprint distance is 88 kilometres per hour (55 mph).

... dan mengendarai seekor kuda pelari ? Anda perlu latihan intens dan skill yang mumpuni.



Ilustrasi Kuda Balap


The thing is... mobil adalah benda yang mana anda tidak perlu paham bagaimana benda itu bekerja, di saat teknisi mesin pabrik harus tau dikit-dikit gimana ngoperasiin dan troubleshooting, kapten pilot pesawat harus belajar fisika dan dikit - dikit soal mesin pesawat terbang, motor saja anda mesti seimbang dulu.



Seorang penerbang pun mesti melewati pelatihan intens dan khusus untuk dapat dinyatakan layak terbang. Ia harus latihan di simulator dulu, baru boleh pegang pesawat "beneran".


Mobil? Anda hanya butuh intuisi. Serius. Banyak orang nyetir mobil hanya modal power of kepepet dan ngeliatin bapaknya nyetir.


Bisa nyetir mobil belum tentu paham mesin mobil, apalagi fisika dan aerodinamika mobil. Masuk bengkel mekaniknya ngomong apa ya "hah-hoh" saja pokoknya tau beres, grengg, bisa dipake jalan lagi.



Yakinlah, masih banyak pengemudi mobil yang bahkan tidak tau cara mengganti ban.


Bedanya, yang pengalaman biasa bodi mobilnya lebih mulus ketimbang yang pemula karena banyak senggol tabrak kanan-kiri. Udah itu aja. Sekacrut dan kacau apapun seorang supir onlen atau supir taksi, kita mesti berdamai dengan fakta bahwa yah sekian ribu jam dia nyetir mobilnya masih utuh dan kita masih aman sampe tujuan.


Saya pernah kesel di awal-awal ngetrend ride sharing a.k.a taksi onlen, drivernya gak berani "ngegas", sampai di jalan raya sempat mati mesin 2 kali padahal saya lumayan buru - buru. Berhubung orangnya ramah saya diemin aja.


Ratusan driver taksi baik onlen maupun konvensional lain kalo saya catat "dosa-dosanya" ya banyak : posisi nyetirnya bikin pegel bahkan orang yang liatin sekalipun, megang setirnya tangan di dalem bukan di luar setir, nyetirnya sambil hape'an godain cewek, gasnya ajrut-ajrutan, nyetirnya ugal-ugalan, ngelanggar rambu, sampai sundul mobil orang.


Tapi saya harus berdamai dengan fakta bahwa : ya mereka nganterin saya sampai tujuan. Mobilnya utuh. Saya masih hidup, mereka masih hidup. Coba bayangkan hal - hal yang sama dilakukan oleh kapten pilot pesawat...




Tetapi itulah mobil : sebuah benda rumit yang dikemas sedemikian rupa sehingga kita mampu mengoperasikannya hanya bermodal nalar manusia alamiah saja.


Kepemilikan mobil bukanlah melulu perkara transportasi dari A ke B. Jika berbicara kebutuhan untuk berpindah tempat saja, kereta api dan bus sudah memenuhi syarat dan jauh lebih mudah dan murah. Tetapi ini adalah masalah eksistensial manusia : kebebasan.


Memiliki kendaraan pribadi artinya anda bebas. Anda tidak terikat hal - hal seperti : jadwal kereta atau bus, berdesakan dengan penumpang lain, daya jelajah terbatas.




Dengan mobil pribadi, anda bebas ke mana saja. Dulu privilege ini hanya dimiliki oleh para bangsawan, raja, kaum elit, bahkan sejak zaman berkuda pun mereka yang naik kuda adalah panglima perang, jenderal, komandan, atau bangsawan kelas atas. Kalaupun prajurit biasanya yang sudah berpengalaman dan terlatih. Sedangkan prajurit dan pengawal rendahan berjalan kaki.



Pada sistem monarki, biasanya raja dan ratu duduk di dalam kereta, dikawal oleh para pengawalnya yang berjalan kaki.


Tetapi berkat gagasan visioner seorang Henry Ford, kini kelas menengah pun mampu memiliki mobil. Kini, mereka mampu bergaya layaknya seorang bangsawan, dan karena mereka harus bekerja keras untuk dapat membeli sebuah mobil - meski yang terjangkau sekalipun, maka dari itu mobil pribadi adalah sebuah pencapaian, sarana aktualisasi diri bagi kelas menengah.


Kebutuhan ini ditangkap oleh pabrikan mobil, dan jadilah ada banyak sekali jenis mobil sekarang, dan mobil menjadi bagian tak terpisahkan dari kebudayaan dan pop-culture. Beberapa dari mereka bahkan menjadi semacam fashion icon : sebut saja mobil seperti MINI Cooper atau VW Beetle.


Mobil di dalam film seringkali tidak kalah terkenal dengan sang aktor, misalnya Mini Cooper "Mr Bean". Selain Mr. Bean, Mini juga ikonik karena film "Italian Job".


Di Indonesia, BMW 3-series E30 juga adalah sebuah ikon pop-culture karena film "Catatan si Boy". Mobil di foto adalah asli mobil yang digunakan di film tersebut, sempat dimiliki oleh Andre Taulany, aktor dan komedian yang hobi koleksi mobil.


Berkat Henry Ford, anda dan saya, tidak perlu jadi seleb seperti Raffi Ahmad atau Syahrini untuk punya mobil. Ada banyak pilihan mobil di market dengan harga terjangkau yang mana anda bisa bergaya sebagai tanda anda sudah sukses, bahkan banyak skema pembayaran dengan cicilan ringan, semakin memudahkan kelas menengah untuk punya mobil.


Tidak heran, momen mudik lebaran biasanya penjualan mobil naik, orang pulang kampung ingin naik mobil, menunjukkan pada keluarga dan kerabat bahwa mereka "sukses" di perantauannya. Anda tidak lagi mengendarai motor butut anda untuk pulang kampung, sekarang mobil anda menunjukkan siapa diri anda.


Lalu setelah saling sungkem, bapak-ibu anda di kampung pun kagum sambil bergumam :


"Edan, uwis sukses saiki anakku, wis nduwe mobil"

(gila, anakku sekarang sudah sukses, sudah punya mobil.)


43 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page